Penyakit Dalam Kebersamaan

16.08 Posted In Edit This 0 Comments »

Penyakit Dalam Kebersamaan


Ditulis oleh Buya Yahya

Oase Iman Radar Cirebon.


"Didalam kehidupan harus ada keserasian dan keharmonisan, hal itu adalah merupakan titik temu dari suatu kebersamaan". Didalam kehidupan bermasyarakat, kita semua merindukan kemesraan dan keharmonisan. Namun akhir-akhir ini potret kehidupan bermasyarakat kita sungguh memprihatinkan. Seringkali terjadi percekcokan, baik itu antara keluarga, teman, tetangga, kelompok se-agama atau pun antar-agama, yang kesemuanya mengarah kepada kerusakan dan kehancuran. Sungguh Nabi Muhammad SAW diutus demi terwujudnya keindahan, sebagai Rohmatan lil Alamin yang senantiasa menebarkan dan menciptakan keindahan kasih sayang di alam semesta ini. Sehingga siapapun dari kita bila didalam hidupnya tidak mengerti makna kasih sayang, dia adalah perusak yang harus segera di cermati.


Kemudian untuk mewujudkan kebersamaan ini ada 2 (dua) hal yang harus diperhatikan.


Pertama: Mencari titik temu. Artinya kita harus menemukan keserasian dalam kemesraan sebagai langkah awal kebersamaan. Tetapi kita tidak boleh terus berhenti disini, karena banyak orang yang mencari titik temu namun setelah menemukannya terkadang melupakan langkah kedua yang juga tidak kalah pentingnya dari yang pertama.


Kedua: Tidak boleh sengaja memunculkan perbedaan. Berbeda boleh tapi tidak mesti dicari-cari. Yang perlu dicatat adalah " Perbedaan yang boleh di tolerir adalah selagi dalam batas khilafiah (perbedaan yang dianggap menurut cara pandang ulama Allah)". Dan menentukan ini khilafiah atau bukan adalah harus didasari ilmu yang mencukupi.


Alangkah indahnya kalau orang sudah bisa mencari makna titik temu sekaligus tidak menciptakan perbedaan. Yang hanya menyeru kepada titik temu akan tetapi lupa memahami perbedaam maka ia bukanlah pencari persamaan dan kebersamaan yang sesungguhnya akan tetapi ia pencipta perbedaan dan pembuat kerusakan didalam kebersamaan.


Dalam lingkup kaum musliminpun harus dibangun keindahan, agar tidak perlu terjadi saling mencaci, memaki, dan mencela. Kalau kebersamaan sudah kita temukan dalam umat islam, maka hal itu adalah keindahan, sebagai rahmat yang akan memunculkan wibawa umat Islam itu sendiri. Sehingga tatkala kebersamaan umat islam terciptakan maka pancaran keindahan, keagungan Islam akan sampai ke orang lain sebelum kita berdakwah secara langsung keluar. Dan sangatlah mustahil kita menyeru keindahan kepada orang lain sementara diantara kita masih saling mencaci dan memaki.


Maka dari itu, orang yang kerjanya hanya mencari perbedaan saja dan orang yang selalu membuat perbedaan adalah ia mengidap penyakit kebersamaan. Sungguh dusta tatkala ia menyeru kepada kebersaman. Mereka adalah orang-orang anti kebersamaan yang selalu memunculkan perbedaan, membesar-besarkan perbedaan dan bahkan menghakimi orang lain salah karena tidak mengikuti dirinya. Dan alangkah banyaknya perpecahan yang dihadirkan oleh orang-orang semacam ini di zaman ini dan dikota ini.


Wallahu A'lam Bis Showab.

Tanggung Jawab Orang Berilmu

15.53 Posted In Edit This 0 Comments »

Tanggung Jawab Orang Berilmu

Ditulis oleh Buya Yahya - www.buyayahya.org

Oase Iman,Radar Cirebon

Imam Ghozali dalam muqoddimah kitab bidayatul hidayah memberikan kepada kita bimbingan dan tuntunan disaat kita berada di sebuah majlis untuk menuntut ilmu. Tuntunan tersebut adalah tatakrama lahir sekaligus batin seorang penuntut ilmu. Sengaja oleh Imam Ghozali diletakkan di muqoddimah karena melihat pentingnya sebuah tuntunan untuk mudah sampai ketempat tujuan.



Imam Ghozali memulai dengan pemacu agar semua dari kita bersemangat untukmenuntut ilmu Allah SWT. Beliau hadirkan ayat dan hadits keutamaan majlis ilmu dan para penuntut ilmu. Ternyata Imam Ghozali tidak hanya sampai di situ, tidak puas jika sudah bisa menyuruh orang menuntut ilmu akan tetapi beliau juga terlah memberi wejangan yang berupa peringatan akan adanya jurang yang amat berbahaya yang telah terjerumus didalamnya orang orang yang berilmu. Beliau mula-mula menghadirkan hakekat niat yang menghantarkan seseorang untuk menuntut ilmu. Niat adalah makna yang tersembunyi di kalbu seseorang dibalik sebuah aktivitas dhohir. Itulah kuwalitas sebuah pekerjaan dan disitulah letak penilaian Allah SWT akan sebuah kerja keras seorang hamba.



Jika kita berbicara tentang sebuah proyek maka menuntut ilmu adalah proyek yang amat besar. Maka dalam beraktivitas menuntut imu amat perlu untuk membenahi niat agar proyek tersebut ada makna dan nilainya di hadapan Allah SWT. Dan begitu sebaliknya jika didalam menuntut ilmu telah salah berniat maka mala petaka yang di dapat adalah paling besarnya malapetaka. Tidak semua yang berilmu akan selamat, semua tergantung bagaimana menata hati dan memperjelas maksud dalam menuntut ilmu.



Imam Ghozali mengingatkan kita, didalam menutut ilmu jangan hanya terpaku kepada firman dan hadits pembangkit jiwa penuntut ilmu. Akan tetapi hal yang tidak kalah pentingnya dari itu semua adalah memperhatikan ancaman Rasulullah SAW terhadap para pengemban ilmu. Suatu ketika Rasulullah pernah bercerita tentang orang berilmu yang menggunting bibir mereka dengan gunting dari api neraka. Dalam kesempatan yang berbeda Rasulullah juga pernah menyebut seorang yang berputar-putar di neraka dengan usus berbau berceceran yang sungguh membuat ahli neraka merasa tambah tersiksa.



Disebutkan bahwa orang-orang tersebut adalah para ulama dan juru dakwah. Jika diamati sebab-sebabnya adalah karena mereka telah salah berniat dalam menuntut ilmu. Sehingga ilmu yang diperoleh bukan untuk kesalamatan dirinya di akhirat akan tetapi hanya untuk mendapatkan keuntungan didunia. Dan kisah-kisah tersebut disebutkan oleh Rasulullah karena memang hal itu akan terjadi, adanya ustad tidak pantas menjadi ustad dan kiai yang tidak pantas menjadi kiai.Orang-orang yang ilmunya hanya dilidah dan baju saja, tidak ada ilmu yang subur dihatinya. Syetan amat pandai menggoda, mengumandangkan keutamaan para penuntut ilmu dan melalaikan akan tanggung jawabnya sebagi pengemban ilmu. Tujuan syetan agar seorang penuntut ilmu menjadi penuntut ilmu yang bersemangat mendapatkan ilmu akan tetapi terjerumus dengan ilmunya.



Menyadari pentingnya ilmu adalah penghantar keseriusan kita didalam menuntut dan menyadari betapa besar tangngung jawabnya orang berilmu adalah yang menjadikan seseorang akan mudah mengamalkan ilmunya. Dari sinilah akan muncul satu kerjasama yang baik antara guru dengan murid. Guru yang amat serius dalam memberi suri tauladan kepada murid dan murid yang amat patuh, tawadhu' dan mendengar sang guru yang memang layak untuk dipatuhi dan di dengar. Dari sinilah akan hadir guru-guru yang sesungguhnya yang sungguh pantas mendapatkan gelar guru. Dan hanya guru yang sesungguhnyalah yang pantas didatangi murid.

Wallahu a'lam bishshowab.